Jumat, 20 Mei 2011
JAKARTA (Suara Karya): Peluang Indonesia untuk menjadi produsen utama alat utama sistem persenjataan (alutsista) di kawasan ASEAN, semakin terbuka. Pasalnya, produksi alutsista yang dihasilkan industri pertahanan dalam negeri paling banyak diminati anggota ASEAN.
Hal tersebut dikatakan beberapa anggota Komisi I DPR, di antaranya Fayakhun Andriadi dan Tantowi Yahya (Fraksi Partai Golkar), Teguh Juwarno (Fraksi Partai Amanat Nasional/PAN), dan pengamat militer Universitas Indonesia (UI) Andi Widjajanto kepada Suara Karya di sela-sela pembukaan Pertemuan ke-5 Menteri Pertahanan se-ASEAN (The 5th ASEAN Defence Minister Meeting/ADMM) di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis (19/5).
Untuk menjadi negara pengekspor alutsista di kawasan ASEAN, maka Indonesia harus mampu meyakinkan negara-negara anggota ASEAN tentang kualitas alutsista yang diproduksi.
“Beberapa negara di ASEAN telah membeli alutsista hasil produksii dalam negeri. Ini membuktikan, bahwa produksi alutsista industri pertahanan dalam negeri cukup diminati,” ujar Fayakhun.
Secara geopolitik, tutur dia, Indonesia punya peluang untuk menciptakan kemandirian alutsista di negeri sendiri maupun di kawasan ASEAN. Indonesia memiliki sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni untuk membangun alutsista militer. “Dasar itu menjadi modal untuk membawa ASEAN bersatu untuk membuat dan memulai swasembada alustsista,” ujarnya.
Tantowi meyakini, Indonesia menjadi produsen utama alutsista di kawasan ASEAN bukan keinginan yang tak bisa diwujudkan. Produksi alutsista industri pertahanan dalam negeri masih lebih baik apabila dibandingkan negara anggota ASEAN lainnya. “Ini bukan imposible. Ini bisa kita wujudkan karena negara ASEAN membutuhkan alutsista,” ujarnya.
Selama ini, kata dia, negara-negara anggota ASEAN masih membeli alutsista produksi negara-negara Eropa. Karena itu, Indonesia punya kesempatan untuk menjadi salah satu produsen alutsista yang dilirik anggota ASEAN.
“Tidak diragukan, jika industri pertahanan dalam negeri bisa bangkit dan mencapai kemandirian, akan banyak manfaat yang didapat. Indonesia tidak hanya mendapatkan pengakuan atas kekuatan pertahanan dalam konteks hubungan internasional,” ujar Tantowi.
Efisiensi Biaya
Secara ekonomi, Teguh mengatakan, Indonesia akan mampu menumbuhkan industri di dalam negeri. Dengan memproduksi sendiri alutsista, biaya yang dikeluarkan jauh lebih efisien ketimbang membeli. Indonesia tidak akan lagi tergantung dengan pasokan suku cadang alutsista dari negara produsen dan tidak perlu menghabiskan banyak devisa untuk mengimpor alutsista dan suku cadangnya.
Apalagi pengalaman yang selama ini terjadi, menurut dia, negara produsen alutsista sering memberlakukan sistem yang merepotkan negara-negara pembeli. Terlebih, jika negara pembeli terkena embargo.
“Karena itu, memiliki industri pertahanan sendiri akan berdampak pada pemenuhan sistem pertahanan yang lebih efisien dan efektif. Dalam hal daya saing di bidang pertahanan, banyak pihak prihatin,” ujarnya.
Andi Widjajanto menegaskan, Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar untuk bisa menjadi salah satu negara produsen industri pertahanan paling utama di dunia. “Selain karena pasarnya sudah besar, potensi bangkitnya industri pertahanan lokal sebenarnya sudah tampak jauh-jauh hari. Hanya, terpaan krisis tahun 1998 mengharuskan industri pertahanan dalam negeri yang sedang dirintis langsung kolaps,” ujarnya. (Feber S)