SINGAPURA– Bank Pembangunan Asia (ADB) menilai pertumbuhan ekonomi kawasan Asia hanya akan terkena dampak minimal dari pelambatan ekonomi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Kepala Ekonom ADB Changyong Rhee mengatakan,pihaknya akan memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi Asia untuk tahun ini dan berikutnya, khususnyauntuknegara-negara ekonomi berkembang.
“Tentu saja perekonomian Asia akan melambat dan kami sudah mulai melihat beberapa penurunan ekspor dari Asia. Namun, dari semua itu, saya yakin situasi saat ini tidak seperti krisis 2008. Kami juga yakin pertumbuhan ekonomi Asia saat ini cukup kuat dan tangguh untuk mengatasi perlambatan di negara maju,” ujar Changyong di Singapura kemarin.
Sebelumnya ADB memperkirakan tahun ini ekonomi kawasan Asia akan tumbuh 7,8% dan akan tumbuh 7,7% pada 2012.Menurut Rhee,ADB kemungkinan harus merevisi proyeksi pertumbuhannya menjadi sedikit menurun saat merilis outlook terbarunya September mendatang
Tapi, selama perlambatan ekonomi tidak seperti 2008, Asia memiliki cukup kekuatan untuk melanjutkan momentum pertumbuhan dan tetapsebagaimesinpertumbuhan ekonomi global,”katanya. Ekonom Universitas Atmajaya A Prasetyantoko mengatakan, perlambatan ekonomi Asia memang bisa terjadi di tengah krisis yang dialami AS dan Eropa.
“Apa yang terjadi di AS dan Eropa, pastinya akan berdampak pada negara lainnya, termasuk negara berkembang,” ujar Prasetyantoko kemarin. Menurutnya, dengan perlambatan ekonomi AS dan Eropa akan sangat berdampak pada sektor ekspor. Maka dari itu, kata dia, khususnya Indonesia harus tetap menjaga stabilitas nilai tukarnya.
Terpisah,Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman mengatakan, krisis yang terjadi di AS dan Eropa dikhawatirkan menekan kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional tahun ini. Namun, Ade memastikan, nilai ekspor TPT tahun ini tetap akan lebih tinggi dibandingkan realisasi 2010 yaitu sebesar USD11,2 miliar.
“Sudah ada sinyal orderorder mulai dikurangi.Tapi,kami menghitung itu belum mengoreksi secara resmi target tahun ini. Hanya,mungkin tidak mencapai USD13 miliar seperti target awal,”kata Ade kemarin. Terkait dengan kinerja ekspor, Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, hal yang perlu diwaspadai adalah nilai tukar, jangan sampai rupiah menjadi terlalu kuat sehingga merugikan eksportir.
“Kemarin pemerintah sudah menetapkan, kurs yang ideal itu sekitar Rp8.500 sampai Rp9.000,” kata Hidayat. Sementara, mengenai pertumbuhan ekonomi, DPR menilai target laju pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2012 yang dipatok pada level 6,7% masih terlalu konservatif. Upaya mendongkrak pertumbuhan ekonomi dinilai masih bisa dilakukan dengan pembenahan proporsi belanja pemerintah.
Anggota Fraksi Golkar Fayakhun Andiradi menuturkan, Indonesia bersama negara berkembang lainnya perlu memperkuat konsistensi sebagai motor penggerak ekonomi dunia. Salah satunya dengan menggenjot target laju pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
“Pertumbuhan ekonomi 6,7% masih rendah, momentum ini harus dimanfaatkan dengan target yang lebih tinggi atau bisa mencapai 7%,” ungkap Fayakhun saat membacakan pandangan fraksi atas RAPBN 2012 dalam sidang paripurna di Jakarta kemarin.
Hal senada juga disampaikan anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa Unais Ali Hisyam. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi dalam asumsi makro RAPBN 2012 masih sangat moderat. Jika memperhatikan tren laju pertumbuhan ekonomi nasional yang hingga semester I tahun ini mencapai 6,5%, potensi untuk terakselerasi lebih tinggi masih sangat besar.
“Pemerintah bisa menaikkan pertumbuhan ekonomi sampai 7% dengan dukungan ekspor, konsumsi rumah tangga dengan menjaga daya beli masyarakat, serta investasi,” kata Unais. Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengapresiasi keinginan anggota Dewan yang berharap laju pertumbuhan ekonomi bisa terakselerasi tinggi di tahun 2012.
Dia mengakui, hal itu juga keinginan dari analis dan pengamat ekonomi nasional. “Tetapi, kita di tahun 2012 merasa 6,7% itu sejalan dengan sisi yang lebih optimistis. Kita ambil angka optimistisnya di 6,7%,” tutur Menkeu.
Dia mengatakan bahwa target pertumbuhan ekonomi 6,7% cukup agresif bagi Indonesia dengan mempertimbangkan kondisi dunia yang harus selalu diwaspadai saat ini. ??rini harumi w/sandra karina/wisnoe moerti
Sumber: Seputar Indonesia, 24 Agustus 2011