Kehadiran Negara di Perbatasan Harus Diperkuat
Senin, 14 Desember 2009 | 06:59 WIB
TARAKAN, KOMPAS.com - Pemerintah dinilai belum serius membangun wilayah perbatasan RI-Malaysia seperti terlihat di Kalimantan Timur. Bukti kehadiran negara, baik fisik maupun informasi, amat minim. Akibatnya, orientasi politik, sosial, dan budaya warga perbatasan berkiblat ke Tujuh anggota Komisi I DPR RI menegaskan hal itu setelah mengunjungi Tawau, Sabah (
Setelah Tawau,
Ragam masalah
Sebatik wilayah RI terbagi atas Kecamatan Sebatik Barat dan Sebatik. Dalam pertemuan dengan tim Komisi I, penduduk Sebatik Barat mengeluhkan ketiadaan listrik, kesulitan air bersih, dan kelangkaan bahan bakar minyak (BBM). Camat Sebatik Barat Junaidi melaporkan, tiang-tiang listrik yang dilengkapi jaringan kabel sudah dibangun sejak tahun 1991. Namun, hingga kini listrik belum nyala.
Warga menyebut tiang dan kabel itu sebagai ”tiang tali jemuran terpanjang di dunia”. Penduduk Kecamatan Sebatik sudah lama dilayani penerangan listrik sekalipun dalam sehari bisa terjadi pemadaman berkali-kali.
Komisi I heran mengapa negara lamban melayani kebutuhan dasar warga perbatasan. Listrik merupakan salah satu bentuk fisik dari kehadiran negara di perbatasan. ”Listrik tidak saja membangkitkan ekonomi kreatif warga, tetapi juga menarik investasi dan salah satu bukti kehadiran negara di sini,” kata Hayono.
Kata Basarah, sudah keterlaluan kalau masalah listrik terbengkalai sampai hampir 10 tahun. ”Kalau setahun dua tahun saja, mungkin masih bisa dimaklumi. Akibatnya, muncul kesan di kalangan warga pemerintah tidak peduli terhadap kebutuhan dasar warga perbatasan,” katanya.
Fasilitas pangkalan udara TNI di Tarakan, sebagai pangkalan terdepan di perbatasan, tertinggal jauh dari pangkalan angkatan udara Malaysia di Tawau,
Kapal-kapal patroli TNI AL, selain kapal perang KRI, di pantai timur
Kiblat ke Malaysia
Rombongan Komisi I prihatin terhadap berbagai persoalan perbatasan. Basarah melihatnya sebagai bentuk ketidakseriusan pemerintah, pusat dan daerah, membangun perbatasan sebagai etalase bangsa. Akibatnya orientasi politik, sosial, dan budaya warga berkiblat ke
Misalnya, warga lebih sering dan mudah mengakses informasi, publikasi, dan penyiaran di bidang politik, ekonomi, budaya dan perkembangan dunia lain dari media
Tantowi dan Fayakhun menambahkan, jangan salahkan warga jika mereka berkiblat ke ”seberang”.
Sumber: http://internasional.kompas.com/read/xml/2009/12/14/06593826/berkiblat.ke.malaysia





