Oleh: Fayakhun Andriadi, Komisi 1 DPR
Pendahuluan
Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan cita-cita kehidupan berbangsa dan bernegara untuk hidup bebas, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Cita-cita tersebut terjabar dalam tujuan nasional yang ingin membentuk suatu pemerintahan negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan kehidupan sosial.
Upaya mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional tidaklah mudah. Kondisi kehidupan masyarakat yang plural dan majemuk berpotensi menimbulkan gesekan-gesekan sosial yang menghambat persatuan dan kesatuan. Tingkat kehidupan yang berbeda-beda memunculkan kecemburuan sosial di berbagai lapisan masyarakat. Di wilayah perbatasan darat, gesekan tersebut sangat rawan terjadi. Pembinaan karakter bangsa yang tidak memiliki fokus dan visi yang tegas membuka ruang intervensi pihak negara luar.
Pembangunan nasional yang masih cenderung sentralisitik membuat tatanan kehidupan di wilayah perbatasan terabaikan. Masyarakat yang bermukim di wilayah tersebut identik dengan kondisi hidup yang miskin, tertinggal dan terisolir. Situasi inilah yang mudah dimanfaatkan pihak luar untuk menyusupi kehidupan masyarakat, menawarkan berbagai kepentingan ekonomi dengan tujuan agar taraf hidup masyarakat lebih meningkat.
Perilaku bisnis di wilayah perbatasan telah memanfaatkan kelemahan sistem pengawasan negara untuk kepentingan bisnis. Opini politik yang memandang wilayah perbatasan memiliki peran strategis sebagai penjaga nasionalisme, keutuhan, kehormatan dan martabat NKRI justru dihadapkan pada kondisi masyarakat yang tidak terbinan dengan baik.
Landasan Teori
Konsep pembangunan wilayah perbatasan darat terkait dengan pembangunan pertahanan dan keamanan yang bertumpu pada kualitas kehidupan masyarakat. Upaya pembangunan tersebut dilakukan dengan menjadikan masyarakat sebagai subjek pemberdayaan. Strategi pemberdayaan bersumber dari kebutuhan objektif mereka dalam menumbuhkan kemampuan daya tangkal terhadap berbagai ancaman dari pihak luar.
Tata kelola wilayah perbatasan didukung oleh peraturan dan perundang-undangan nasional dan internasional. Pembinaan kehidupan masyarakat di wilayah tersebut adalah bagian dari pembinaan bangsa seutuhnya. Pembinaan bangsa yang utuh dilakukan dengan berbagai cara, yakni:
- Meningkatkan kondisi sosial kehidupan dengan dukungan lingkungan yang aman, damai, tertib dan tentram.
- Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia yang mencakup kualitas pendidikan serta kesejahteraan.
- Meningkatkan upaya pemberdayaan masyarakat terkait dengan sistem pertahanan dan keamanan serta seluruh kekuatan penunjang di wilayah perbatasan.
- Memperkuat fungsi pertahanan dan keamanan rakyat semesta. Hal ini melibatkan penguatan peran sumber daya manusia dan alam dalam mendukung stabilitas kehidupan di wilayah perbatasan.
- Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan bertumpu pada terpenuhinya kualitas kehidupan, seperti pemenuhan dasar sandang, pangan dan papan.
- Meningkatan sarana dan prasarana infrastruktur kehidupan.
Pembangunan kawasan perbatasan terkait dengan percepatan pembangunan pembangunan daerah perbatasan antarnegara yang berfokus pada upaya: 1) mendukung daya tahan sosial dan ekonomi; 2) meningkatkan peluang dan daya saing ekonomi; dan 3) mendukung ketertiban dan keamanan kawasan perbatasan.
Kondisi Saat Ini
Persoalan perbatasan wilayah darat kembali mencuat setelah kasus lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan. Salah satu argumen yang berkembang mengaitkan kasus tersebut dengan stigma pemerintah terhadap kawasan perbatasan sebagai wilayah yang perlu diawasi karena menjadi tempat persembunyian para pemborantak. Hal ini mengusung paradigma yang lebih memandanga wilayah perbatasan dalam perspektif keamanan. Sehingga pendekatan pembangunan wilayah perbatasan lebih berorientasi militeristik.
Paradigma ini tidak sepenuhnya keliru, mengingat potensi keamanan di wilayah tersebut sangat rentan tergerus konflik. Namun, memandang wilayah perbatasan hanya bersumber pada paradigma pertahanan dan keamanan, justru menimbulkan keengganan masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Konflik tidak selalu bersumber dari lemahnya sistem pertahanan dan keamanan, tapi juga karena faktor kemisikinan, kebodohan dan ketertinggalan.
Kedua hal ini bisa menjadi sumber kebutuhan peningkatan anggaran di wilayah perbatasan. Sebagian besar masyarakat di wilayah tersebut hidup secara tradisional dan tidak tersentuh oleh peran pemerintah. Kehidupan masyarakat didasarkan pada nilai-nilai kebersamaan dan kekerabatan yang memungkinkan mereka menerima keberadaan dan intervensi pihak luar. Kondisi ini menimbulkan permasalahan di antara dua negara yang berbatasan.
Pada akhir 2007 sejumlah penduduk yang bermukim di wilayah perbatasan Indonesia dengan Malaysia di Kalimantan direkrut menjadi Tentara Milisi yang disebut “Askar Wataniah”. Kegiatan tersebut telah berlangsung lama tanpa sepengetahuan pemerintah Indonesia. Mereka mendapat tawaran gaji yang cukup besar dalam melakukan peran itu. Mereka memilih menjadi Tentara Milisi dengan pertimbangan ekonomi, meski harus menggadaikan identitas dan jati diri kebangsaan mereka sebagai warga negara Indonesia.
Lemahnya pengamanan di kawasan perbatasan darat membuat eskalasi pelanggaran semakin meningkat. Pelanggaran tidak saja menyulut konflik, namun juga mengadakan kerja sama ekonomi yang bersifat ilegal. Selisih harga yang cukup tinggi dengan harga dalam negeri membuat masyarakat tertarik untuk bekerja sama dengan pihak luar. Aktivitas ekonomi yang memanfaatkan jalur perbatasan didukung oleh masyarakat. Upaya pencegahan terkadang menyulut konflik dengan aparat penegak hukum yang berjumlah lebih sedikit. Situasi itulah yang terjadi dalam kasus illegal logging yang melibatkan oknum pengusaha kayu tertentu yang menjual kayu secara ilegal melalui perbatasan darat Indonesia dengan Malaysia.
Sebagian penduduk perbatasan memiliki kedakatan hubungan kekerabatan dengan negara tetangga, seperti Malaysia. Hubungan tidak hanya terjadi pada aspek sosial dan budaya, tapi juga aspek ekonomi. Daerah terpencil yang memiliki akses yang cukup jauh dari pusat pemerintahan membuat penduduk terisolasi. Akibatnya mereka hidup dalam keadaan miskin, bodoh dan tertinggal. Kehidupan mereka bergantung pada ekonomi negara tetangga.
Sumber kekayaan alam yang terhampar di wilayah perbatasan menjadi lahan ekspoloitasi negara tetangga. Sumber daya manusia penduduk di wilayah tersebut yang tidak memiliki kemampuan pengelolaan sumber kekayaan alam, dimanfaatkan oleh negara tetangga. Tingkat kesejahteraan penduduk yang sangat rendah menunjukkan bahwa pengelolaan tersebut tidak menguntungkan bagi negara, melebihi keuntungan yang diperoleh negara tetangga dan pihak tertentu. Oleh karena itu, bisa dipastikan pengelolaan tersebut bersifat ilegal.
Beberapa daerah perbatasan jauh dari kehidupan modern. Kondisi geografis dan tofografis yang terpencil dan sulit dijangkau membuat masyarakat terisolasi. Beberapa daerah perbatasan yang terletak di wilayah Papua, bahkan tidak berpenghuni. Sementara kekayaan alam di wilayah tersebut sangat besar, khususnya tembaga dan emas. Sumber kekayaan tersebut belum dieksploitasi penuh oleh pemerintah. Pemerintah bahkan belum menyentuh pembangunan di daerah dan masyarakat sekitar.
Wilayah perbatasan yang terletak di Timor Leste tidak sebesar yang ada di Kalimantan dan Papua. Hal ini disebebkan kondisi lahan di sepanjang perbatasan tergolong kurang baik bagi pengembangan pertanian dan perkebunan. Perbatasan Kalimantan dan Timor Leste belum memiliki garis perbatasan yang disepakati bersama antara Indonesia dengan negara tetangga.
Kondisi perbatasan secara umum disimpulkan sebagai berikut:
- Jati diri kebangsaan yang mudah goyah akibat kesenjangan sosial dan ekonomi antara penduduk perbatasan negara tetangga dengan warga negara Indonesia.
- Lemahnya sistem pembinaan dan pengamanan aset negara yang bersumber dari terbatasnya tekonologi pertahanan dan keamanan serta pengelolaan sumber daya alam. Hal ini mengakibatkan nilai barang rendah dan mudah dicuri oleh pihak lain.
- Keberadaan pengungsi dengan tingkat kesejahteraan rendah. Mereka tersebar di sejumlah camp penampungan di distrik Betun, Ainaro dan Sunai.
- Keamanan dan ketertiban masyarakat yang belum kondusif. Pembinaan sumber daya manusia yang rendah turut memperlemah kesadaran masyarakat tentang kaidah tertib bernegara.
Upaya dan Solusi
Wilayah perbatasan darat merupakan wilayah terdepan yang berhadapan langsung dengan negara tetangga. Hubungan kedua negara mengaitkan kepentingan antara masing-masing negara yang bisa mendatangkan manfaat sekaligus ancaman. Akses wilayah yang jauh dari pusat memungkinkan negara tetangga memanfaatkan sumber daya dan potensi wilayah perbatasan secara ilegal. Pengawasan pemerintah diperlukan untuk mengendalikan aktivitas pemanfaatan tersebut tidak merugikan kepentingan bangsa.
Kondisi sosial dan budaya wilayah perbatasan yang berbeda-beda membuat sistem pembinaan sesuai dengan kebutuhan lokal masyarakat. Distribusi kesejahteraan disesuaikan dengan kondisi daerah dan opini kemakmuran masing-masing wilayah. Wilayah-wilayah yang terindikasi dalam ancaman memperoleh prioritas pembinaan, khususnya wilayah yang memiliki sumber kekayaan alam potensial. Konsep pembangunan wilayah perbatasan harus memadukan kebutuhan sosial, ekonomi, pertahanan dan keamanan.
Pembangunan wilayah perbatasan dimasukkan dalam kerangka pembangunan nasional yang didukung oleh kebijakan politik. Sistem pembangunan nasional akan menyatukan kebijakan pusat dan daerah dalam kepentingan bersama. Penguatan kendali pemerintah dalam menata sistem otonomi daerah memberi peluang bagi pemerintah daerah dalam mengotimalkan potensi daerahnya.
Di satu sisi, infrastruktur daerah perbatasan belum mendukung percepatan pembangunan. Di sisi lain, wilayah tersebut merupakan koridor kedaulatan NKRI. Dilema ini membutuhkan solusi strategis dengan memadukan seluruh potensi sosial, politik dan budaya untuk mendukung pembangunan di wilayah tersebut. Hal itu bisa dilakukan dengan mengeluarkan produk regulasi yang berpihak pada kepentingan bangsa. Stabilitas kehidupan masyarakat memudahkan upaya pengamanan dan ketertiban dilayah perbatasan. Godaan negara tetangga yang menjanjikan fasilitas ekonomi dibatasi dengan konsistensi prosedural dalam tatanan bernegara.
Secara umum, pembangunan masyarakat perbatasan bertumpu pada peningkatan kualitas ekonomi dan perlindungan dari berbagai ancaman. Atas dasart itu, ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam mewujudkan hal tersebut:
- Memacu pertumbuhan ekonomi dengan mengembangkan potensi yang sesuai dengan kondisi daerah.
- Memadukan seluruh kepentingan yang terkait dengan pembangunan wilayah perbatasa. Pihak pemerintah dan swasta bekerja sama mencari solusi persoalan dengan melibatkan opini masyarakat.
- Memacu perkembangan infrastruktur agar tidak membatasi komunikasi internal dengan pemerintah daerah dan pusat. Kurangnya infrastruktur menutup kesempatan pengembangan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
- Meningkatkan sistem pengawasan terhadap aktivitas pihak luar, swasta dan birokrat dalam negeri yang merugikan kepentingan masyarakat.
- Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam tata pengelolaan sumber daya alam. Sehingga kualitas pengolahan sumber kekayaan alam lebih bermutu dan memiliki nilai jual tinggi.
- Memadukan pemanfaatan ruang dan sarana serta prasarana daerah yang menjadi pusat pelayanan administrasi lintas batas negara.
- Memadukan konsepsi penanganan perbatasan darat dan laut dalam kebijakan yang komprehensif. Kebijakan itu bersandar pada aspek filosofis, yuridis, politis, sosial, ekonomi, kultural, dan didukung aspek teknis teknologi yang memadai.
- Memadukan kebijakan konferehensif pembangunan wilayah perbatasan dengan menyerahkan pengelolaan pada Badan atau institusi yang memiliki otoritas di tingkat pusat dan unsur pelaksana unit di tingkat daerah yang dikoordinir oleh seorang menteri koordinator.
- Menyusun regulasi tentang wilayah negara yang menjadi landasan operasional yang dibutuhkan da;am pengelolaan perbatasan secara sistemik, komprehensif dan strruktural.
Kesimpulan
Sebuah negara mensyaratkan adanya wilayah dengan batas teritorial yang jelas. Negara juga membutuhkan pengakuan negara lain agar batasan-batasan teritorial tidak menimbulkan perbedaan pendapat dan konflik. Persyaratan dan pengakuan tersebut belum sepenuhnya terpenuhi di tengah sengketa perbatasan yang selalu mengancam kehidupan masyarakat dan kedaulatan bangsa.
Upaya diplomasi terus dilakukan oleh pemerintah, meski seringkali menemui jalan buntu. Globalisasi telah menghubungkan berbagai kepentingan sosial, politik maupun ekonomi yang melintas batas wilayah. Lemahnya sistem pengawasan dan dukungan anggaran pertahanan menambah besar kemungkinan pemanfaatan sumber dan potensi wilayah perbatasan dieksploitasi negara lain. Krisis ekonomi turut mempengaruhi kualitas hidup masyarakat. Kalkulasi bisnis lebih diterima dari sekedar berusaha mempertahankan jati diri kebangsaan, kedaulatan dan nasionalisme.
Di balik sumber kekayaan alam yang berlimpah, masyarakat tidak memiliki kemampuan untuk mengelola dan memanfaatkan potensi daerah. Tawaran negara lain untuk menata dan mengelola kekayaan sulit untuk ditolak. Kompensasi penghasilan yang layak membuat masyarakat membuka pintu perbatasan dan kedaulatan mereka untuk dieksplotasi. Meski demikian, keuntungan berlimpah justru lebih besar diperoleh negara lain.
Oleh karena itu, pembangunan wilayah perbatasan darat patut menjadi perhatian utama. Selain meneguhkan prinsip-prinsip ideologis Pancasila, UUD 1945 dan keutuhan NKRI, juga bisa menghasilkan manfaat ekonomis dari serangkaian perjanjian kerja sama yang diawasi dan dikendalikan oleh pemerintah pusat dan daerah. Peningkatan sumber daya manusia juga menjadi prioritas utama agar pengelolaan sumber daya alam tidak harus bergantung kepada pihak luar. Hal ini juga akan memperteguh kedaulatan dan kemandirian bangsa.
ARTIKEL
- KTT ASEAN dan Foke
- Pendidikan yang Membebaskan
- Kurikulum Pendidikan dan Mentalitas Bangsa
- Menjaga Rahasia Lembaga Kepresidenan
- Mengawal Momentum Kedaulatan Bangsa
- Pajak Warteg, Operasi Pemiskinan Rakyat Kecil
- Krisis Korea dan Masa Depan Alutsista Indonesia
- Sikap Indonesia Terhadap Konflik Korea
- Mempertegas Kemandirian Bangsa (2)
- Mempertegas Kemandirian Bangsa (1)
- Renungan Hari Jadi Pers:
- SWASEMBADA ALUTSISTA
- KONSEPSI PEMBENTUKAN KOMPONEN CADANGAN DALAM PENGUATAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA
- Meningkatkan Pemanfaatan Produk Industri Strategis Indonesia: Bidang Pertahanan dan Keamanan