Memberdayakan Teknologi Informasi
Oleh: Fayakhun Andriadi
Setelah kasus kejahatan dunia siber terkait dengan prostitusi melalui dunia maya, masyarakat kembali dihebohkan oleh kasus hilangnya Marieta Nova Triani, gadis belia berumur 14 tahun di rumah keluarganya di kawasan Bumi Serpong Damai. Tersiar kabar, gadis yang akrab disapa Nova dalam jejaring pertemanan facebook ini, diculik atau dibawa kabur oleh teman lelakinya. Status Nova yang bertuliskan “married” dengan Arie, menyebar pemahaman bahwa Arie bukan sekedar teman, namun sudah selayaknya suami-istri. Persoalan menjadi rumit, sebab kedua orang tua Nova tak mengetahui hubungan itu.
Positif dan Negatif
Fenomena cyber world yang mewabah kurang lebih sejak satu dasawarsa lalu ini tidak hanya menghadirkan sisi positif, tapi juga negatif. Paling tidak, jika kita merujuk pada beberapa kasus yang terjadi belakangan ini. Teknologi informasi ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, ia memberi manfaat dengan mendukung pengembangan dan penyebaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sisi lain, menciptakan jaringan dan hubungan yang memungkinkan pesan-pesan negatif diterima dan diakses tanpa filter.
Teknologi informasi telah diakses dan dijamah hingga di sudut-sudut yang sulit diterka keberadaannya. Internet merambah ke ruang privasi, tanpa membutuhkan izin dan sensor sang pemilik. Bahasa-bahasa cyber yang mencirikan sebuah hubungan pertemanan dan komunitas tertentu dilakoni denga baik oleh anak-anak yang bahkan tak pernah mengenal komunitas tersebut. Budaya-budaya yang tidak sepenuhnya bisa diterima oleh budaya bangsa, budaya yang bahkan diproteksi oleh tempat asalnya, diakses penuh tanpa batasan-batasan tertentu.
Dalam pemikiran kaum modern, teknologi informasi adalah produk “hampa nilai” dari globalisasi. Pengguna dan penerima informasi adalah pihak yang menentukan sejauh mana arah pemahaman tentang pesan dan informasi dari teknoilogi. Kalangan posmodern memandang “hampa nilai” sebagai asumsi mustahil. Penyebar dan peyampai pesan memiliki agenda tertentu, membawa segudang misi ideologis demi mencapaian tujuan tertentu.
Dalam konteks ini, sarana dan wadah menjadi sasaran empuk menyampaikan pesan. Jaringan teknologi informasi memungkinkan wadah tersebut diakses secara penuh. Tanpa batasan dan rambu khusus dari pihak yang berkepentingan terhadap penyebaran tersebut, atau penguasa, maka dampak yang akan ditimbulkan sulit dihindari.
Proteksi
Pemerintah telah melakukan proteksi terhadap sisi negatif penyebaran teknologi dan informasi. Pada 2008, DPR mengesahkan Undang-undang yang terkait dengan Informasi dan Transaksi Elektronik. 54 pasal mengatur tentang penyebaran informasi yang memuat hal-hal yang melanggar etika, norma dan nilai-nilai bangsa. Tidak hanya itu, UU Pornografi juga menyajikan peraturan yang sama untuk memberantas sisi negatif dari ilmu pengetahuan dan teknologi.
UU ITE 2008 bahkan mengatur tentang pihak-pihak yang merasa dilecehkan dan dirugikan secara moril untuk menuntut haknya dan mengajukan pihak-pihak yang merugikan ke pengadilan. Berbagai kasus telah berlangsung terkait dengan hal itu. Meski pada kesimpulannya hasil akhir penyelidikan menunjukkan hasil hasil yang berbeda. Kasus Prita Mulyasari yang mengungkap kekeliruan dan kekurangan pengelolaan RS. Omni Internasional, justru berbuah tuntutan balik dari pihak rumah sakit. Mereka menganggap Prita telah mencemarkan nama baik rumah sakit.
Penerapan UU tidak selalu berbuah manis sesuai dengan tujuan. Berbagai tafsiran yang mengiringi pemaknaan UU tersebut terkadang menjadi persoalan dalam tujuan. Terkait dengan penyebaran informasi yang berdampak negatif, pada titik tertentu, pemerintah harus menarik garis tegas, memberi demarkasi yang distingtif tentang sebuah manfaat dan mudharat.
Upaya dan Solusi
Penyebaran informasi yang terkait dengan pornografi, potensi kejahatan (cryme), dan pencemaran nama baik, harus memiliki definisi yang tegas dan penanganan yang jelas. Sensor ketat dan pemblokiran yang selama ini didengungkan tidak membuahkan hasil maksimal. Beberapa pihak bahkan dengan leluasa memunculkan situs-situs baru dengan karakter dan tipikal yang sama.
Seluruh pihak yang berkepentingan harus berperan penting dalam menghambat sisi negatif penyebaran teknologi informasi ini. Peran orang tua dan keluarga dalam rumah tangga juga menjadi penting saat ruang publik di luar rumah kembali menjadi milik orang tua. Selain itu, lembaga swadaya masyarakat dan pihak media massa dan elektronik juga memiliki andil besar dalam menyebarkan pesan-persan positif terkait dengan pilihan-pilihan masyarakat tentang media yang seharusnya mereka akses.
Media massa dan elektronik yang tergabung sebagai insan pers seharusnya tidak sekedar berupaya mencari persoalan yang dianggap besar dengan menyebarluaskan sisi negatif dan kekurangan orang lain, khususnya mereka yang tergolong publik figur. Pers seharusnya tidak sekedar memburu sensasi semata, tanpa mengindahkan nilai-nilai substansial yang patut diperhatikan.
Momentum Hari Pers yang jatuh pada 9 Februari, kiranya sejalan dengan kondisi teknologi informasi kita yang sedang sarat ancaman. Ancaman yang tidak sekedar datang dari dalam negeri, tapi juga datang dari luar. Ancaman yang pada titik tertentu memiliki skala besar dan global, mengancam kedaulatan NKRI.
Pers Nasional kini sudah menikmati kebebasannya. Undang Undang Pokok Pers menjamin tidak ada pembreidelan atau penutupan. Tidak ada lagi SIUPP untuk penerbitan pers. Guna memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui itu, pers nasional dijamin independensinya. Pers Nasional harus bisa melepaskan diri dari pengaruh apalagi tekanan penguasa, maupun pemodal. Idealisme tersebut hendaknya sejalan dengan tujuan Pers yang termaktub dalam pasal 6 Undang Undang Pers 1999, yakni memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, dan mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar.
Memenuhi hak mengetahui dan mengembangkan pendapat umum tentu memiliki substansi tujuan. Tujuan selebrasi yang sekedar menaikkan citra dan pamor sebuah lembaga, janganlah memonopoli kebutuhan terhadap pentingnya mengawal generasi masa depan. Pemberdayaan media harus ikut terlibat dalam mencerdaskan bangsa, menjaga dan melestarikan budaya, norma dan nilai, serta menjaga keutuhan kedaulatan negara.
- KTT ASEAN dan Foke
- Pendidikan yang Membebaskan
- Kurikulum Pendidikan dan Mentalitas Bangsa
- Menjaga Rahasia Lembaga Kepresidenan
- Mengawal Momentum Kedaulatan Bangsa
- Pajak Warteg, Operasi Pemiskinan Rakyat Kecil
- Krisis Korea dan Masa Depan Alutsista Indonesia
- Sikap Indonesia Terhadap Konflik Korea
- Mempertegas Kemandirian Bangsa (2)
- Mempertegas Kemandirian Bangsa (1)
- PENINGKATAN PENGAMANAN WILAYAH PERBATASAN DARATUpaya Mendukung Pembangunan Nasional
- SWASEMBADA ALUTSISTA
- KONSEPSI PEMBENTUKAN KOMPONEN CADANGAN DALAM PENGUATAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA
- Meningkatkan Pemanfaatan Produk Industri Strategis Indonesia: Bidang Pertahanan dan Keamanan