Pengganti Bronco Bukan Cuma Tucano

Kader Demokrat Minta Kemenhan Transparan

Jakarta, RM. Ternyata, pesawat Super Tucano yang diributkan sebagai satu-satunya pengganti OV-10F Bronco yang sudah berumur puluhan tahun, bukanlah alternatif pengganti satu-satunya. Ada lima jenis pesawat yang ditawarkan, dan tiga di antaranya telah disetujui sebagai alternatif pengganti.

Kementerian Pertahanan (kemenhan) dalam rilis yang diterima Rakyat Merdeka yang ditandatangani Kepala Biro Humas Kemenhan, Brigadir Jenderal TNI, I Wayan Midhio menjelaskan, ketiga alternatif jenis pesawat pengganti itu telah dibawa dalam sidang Dewan Kebijakan Penentuan Alat Utama Sistem Senjata (Wanjaktu) TNI.

Dalam sidang Wanjaktu TNI itu, kata Midhio, tim TNI AU telah melakukan paparan dan penjelasan, serta diskusi tentang kegiatan yang telah dilakukan untuk penggantian pesawat OV-10F Bronco. Kelima jenis pesawat sebagai alternatif pengganti itu adalah pesawat L159A dari Ceko, M347 dari Italia, K8P dari China, EMB-314 Super Tucano.

“Dari kelima alternatif tersebut telah disetujui tiga alternatif, termasuk salah satu di antaranya adalah Super Tucano,” tulisnya.

I Wayan menjelaskan, perkembangan penggantian pesawat tersebut saat ini sedang diproses TNI AU dan Mabes TNI. Sementara Kemenhan sendiri belum menerima hasil keputusan Wanjaktu TNI.

“Perlu kami tekankan bahwa pesawat EMB-314 Super Tucano adalah salah satu alternatif dari tiga alternatif pengganti pesawat OV-10F Bronco yang menjadi bahan pertimbangan pimpinan TNI,” tandasnya.

Menanggapi hal itu, kader Demokrat di Komisi I DPR, Roy Suryo meminta Kemenhan untuk transparan dalam proses pengadaannya alat utama sistem senjata (alutsista) TNI.

“Saya sudah pernah bilang kalau dilihat dari spesifikasinya, Tucano itu memang layak dan memang sepertinya pilihan akan mengarah ke Tucano, meskipun belum pasti,” katanya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurut Roy, dirinya mempertanyakan prosedur pelaksanaan pemilihan jenis pesawat pengganti tersebut. Pasalnya, sebelum ada berita ramai-ramai tentang Tucano, proses pergantian pesawat Bronco tidak pernah dikonsultasikan dengan Komisi I sebagai mitra kerjanya.

“Saya bilang ke mereka kalau saya sendiri baru tahu rencana pembelian itu dari media,” tegasnya.

Dikatakan pakar telematika itu, memang ada yang off the record dalam hal pengadaan atau peremajaan alutsista. Tapi, dirinya menilai, harus ada juga yang terbuka seperti soal pembelian pesawat ini.

Sebelumnya, anggota Komisi I dari Fraksi PDIP, Evita Nursanty mempersoalkan kabar tentang kepastian Kementerian Pertahanan yang dipimpin Purnomo Yusgiantoro untuk membeli pesawat Super Tucano.

Soalnya, diliat dari tujuannya, rencana pembelian pesawat Super Tucano tidak sesuai dengan peruntukkannya. Padahal, kata dia, berdasarkan penjelasan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Imam Sufaat, Tucano direncanakan dibeli untuk dipergunakan sebagai pengintai atau patroli.

“Jika melihat dari postur pesawat, rencana pembelian Super Tucano sepertinya perlu dikaji ulang. Dengan bentuk sayap seperti itu (di bawah), Tucano dirancang bergerak licah, apakah itu bisa menjadi pesawat pengintai? Tapi, semua ini berpulang kepada kepentingan pengguna, dalam hal ini TNI AU,” cetusnya.

Evita mengakui bahwa rencana pembelian pesawat Super Tucano telah diproses pada Komisi I periode 2004-2009. “Karena itu kami meminta klarifikasinya,” pungkasnya.

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Fayakhun Andriadi menegaskan perlunya pengkajian ulang rencana pembelian Super Tucano. Dia bahkan menyarankan, jika peruntukkannya untuk memantau perbatasan, sensor dan alat komunikasi (alkom) di daerah perbatasan justru lebih dibutuhkan ketimbang pesawat.

“Karena biar bagaimanapun, praktek ilegal, baik itu illegal logging maupun illegal fishing lebih efektif dideteksi melalui sensor, dan diteruskan melalui alat komunikasi antar prajurit TNI yang berjaga,” tandasnya. RN

Sumber: Rakyat Merdeka, Rabu 17 Maret 2010, hal 8

hankam
BERITA

Design by Azis Lamayuda (Do The Best To Get The Best)