Remunerasi Hanya di Kemenkeu, Diskriminasi!

Rabu, 14 April 2010 - 17:01 wib
Siti Ruqoyah - Okezone

JAKARTA - Remunerasi yang diterima pegawai Direktorat Jenderal Pajak terus menuai sorotan. Kali ini, kritik datang dari anggota Komisi I DPR, Fayakhun Andriadi.

Dia menilai ada praktek diskriminasi dalam penerapan kebijakan ini, karena hanya diterapkan di Ditjen Pajak.

“Kenapa Kementerian Keuangan yang pertama dalam program remunerasi. Kenapa tidak serentak diberlakukan. Toh, semua kementerian juga harus melakukan reformasi birokrasi,” katanya di Jakarta, Rabu (14/4/2010).

Politisi Partai Golkar menilai, seharusnya dalam implementasi reforamsi birokrasi yang salah satunya adalah pemberian remunerasi, diberikan kepada seluruh aparatur negara. Seperti TNI, Polri, Kejaksaan, dan guru.

Dia mengatakan, ketiga instansi dan satu profesi itu layak diberikan remunerasi. Sebab, keempat-empatnya merupakan titik-titik yang memang sangat perlu diperhatikan oleh negara.

“Kenapa TNI/Polri berhak dapat remunerasi, itu organ yang diberi kewenangan pegang bedil. Setingkat golongan III A, di TNI itu Letnan Dua. Kalau Letnan Dua dapat gaji plus remunerasi Rp12 juta, saya yakin mereka akan bertugas lebih profesional,” ujarnya.

Lalu kenapa Kejaksaan dan guru harus dapat remunerasi juga? “Kejaksaan itu yang pegang hukum di tangannya. Kalau untuk hidup saja mereka masih susah, bagaimana hukum bisa tegak,” jawab Khun.

Sedangkan profesi guru, Khun beralasan, masa depan bangsa ini berada di tangan para guru. Karena itu, kesejahteraan guru harus ditingkatkan sehingga bisa betul-betul mengabdi untuk mencerdaskan anak bangsa.

“Kita bicara hari ini dan masa depan. Hari ini itu polisi, tentara, jaksa, Depkeu. Sedangkan masa depan itu guru,” tambahnya.

Akibat dari praktek anak emas ini, Kementerian Pertahanan, Kepolisian, dan Kejaksaan belum bisa memberlakukan remunerasi. Kata dia, Kemenhan baru direstui dapat remunerasi pada 2009 dan sekarang masih menata internal.

“Kalau saja political will remunerasi dilakukan sama dengan Kementerian Keuangan, 2006, maka sekarang sudah jalan reformasi birokrasi di TNI/Polri,” katanya.

Dia menambahkan, kasus markus pajak Gayus Tambunan tidak boleh menghentikan program reformasi birokrasi yang salah satunya remunerasi. Kalau sekarang ada kasus markus pajak, maka penataan sistem remunerasinya yang harus diperbaiki dan terus disempurnakan.

“Reformasi birokrasi adalah komitmen kita. Kasus Gayus harus kita dijadikan pelajaran. Siapa saja yang melakukan korupsi, harus dihukum, baik secara administrasi kepegawaian maupun pidana,” tandasnya.(adn)(rhs)

BERITA
Politik

Design by Azis Lamayuda (Do The Best To Get The Best)