Kekayaan Alam
Mungkin bukan sekedar pikiran tak berdasar tatkala para pendiri bangsa ini menyatukan visi kebangsaan melalui momentum Sumpah Pemuda 1928 silam. Aneka ragam suku, budaya, agama dengan berbagai kekhasannya menampakkan diri dan menyatakan secara eksplisit segala harapan yang melahirkan solidaritas, yang terbentuk dari kesamaan nasib keterjajahan.
Solidaritas tersebut membangun sebuah proyek bersama untuk menciptakan komunitas yang bebas dari penjajahan.
Pikiran itu sejalan dengan pemahaman yang mendalam tentang struktur kebangsaan Indonesia yang begitu besar. Gugusan pulau dengan potensi sumber daya alam yang berlimpah ruah sangat cukup untuk menghidupi diri sendiri, tanpa harus meminta belas kasih pihak lain. Sebaliknya, bangsa-bangsa lain berbondong-bondong mengulurkan tangan sambil berharap bangsa ini menjalin kerja sama yang saling menguntungkan.
Potensi kekayaan alam inilah yang turut mendukung terwujudnya kemandirian bangsa. Tidak heran, jika sejak awal konstitusi kebangsaan yang terangkum dalam UUD 1945 telah menegaskan bahwa bumi, air dan segala isinya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Hal ini menegaskan bahwa potensi sumber daya alam yang memayungi hajat hidup rakyat tidak akan memiliki pengaruh signifikan bagi kehidupan jika tidak dikelola dengan baik demi kepentingan rakyat.
Kedaulatan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka adalah dasar pijakan untuk menjadi bangsa yang mandiri. Kemandirian yang sudah dicita-citakan oleh para pendiri bangsa bukanlah khayalan belaka karena Tuhan Yang Maha Kuasa telah memberikan kekayaan berlimpah. Indonesia memiliki 17.504 pulau serta wilayah darat seluas 1.922.570 km² yang subur dan dipenuhi dengan kekayaan alam di dalamnya, lautan seluas 3.257.483 km² yang penuh hasil laut baik perikanan maupun tambang.
Wilayah daratan yang sangat luas dan subur, yang pernah menghasilkan swasembada beras, ternyata saat ini belum mampu dikelola dengan baik sehingga harus mengimpor. Bahkan akan semakin meningkat mengingat pertambahan jumlah penduduk, sehingga diprediksi pada tahun 2018 dibutukan beras sebanyak 40,182 juta ton untuk kebutuhan pangan 270,8 juta penduduk. Hal itu belum memperhatikan alih fungsi lahan sawah yang semakin menyempit.
Kekayaan hutan yang sangat luas juga belum mampu dikelola dengan baik. Kita masih dirugikan akibat illegal logging sekitar Rp. 30 triliun setiap tahun, atau sekitar Rp. 83 Miliar setiap hari. Kerugian tersebut tentu lebih besar lagi jika memperhitungkan dampak illegal logging berupa bencana alam dan punahnya khazanah flora, fauna, dan plasma nutfah yang ada di dalam hutan. Sementara di sektor laut, bangsa ini merugi Rp. 40 trilun per tahun akibat pencurian ikan.
Di sektor energi, bangsa Indonesia pernah menikmati hasil ekspor minyak bumi di awal Orde Baru. Saat ini pun Indonesia masih kaya bahan tambang energi baik berupa minyak bumi, batu bara, serta gas alam. Namun akibat kebijakan privatisasi yang tidak terkendali, saat ini lebih dari 85,4% perusahaan energi dikuasai oleh perusahaan asing dengan penerimaan jauh lebih besar dari penerimaan negara di sektor ini.
Potensi sumber daya alam yang merupakan kekayaan bangsa tidak akan pernah berdampak signifikan selama pengelolaan sektor-sektor potensi tersebut terbuka lebar bagi penguasaan asing. Terlebih lagi, begitu sulit menata kekayaan tersebut saat kekuasaan tidak menganggapnya sebagai kekayaan, melebih komoditas berlaka. Sementara pengelolaannya bisa dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk pihak asing.
Konstitusi banga ini telah sedemikian ideal memberi porsi kepentingan bagi rakyat. Namun logika ekonomi yang liberal tidak menempatkan kekayaan tersebut sebagai prioritas untuk memajukan kesejahteraan rakyat. Sebaliknya, kekayaan alam diprivatisasi untuk melicinkan kepentingan asing mengeruk keuntungan yang lebih besar. Akibatnya, rakyat tidak menjadi subjek, namun objek dari kekayaan tersebut.
Kekayaan alam yang melimpah adalah modal yang dapat mengubah dan membawa bangsa ini menjadi bangsa yang lebih maju, adil, makmur, dan sejahtera. Tetapi, sayangnya bangsa Indonesia kini berada jauh dari kondisi yang diharapkan. Bahkan cita-cita kemakmuran dan keadilan masih jauh dari harapan. Tentu saja, bukan sekedar pemahaman tentang pentingnya memberi porsi yang besar bagi kepentingan rakyat, tapi juga sejauh mana regulasi tentang pengelolaan kekayaan alam sejalan dengan amanat konstitusi. Sebab pada kenyataannya, sulit mewujudkan kepentingan rakyat jika kita masih berpegang pada undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (minerba) yang tidak mengatur pentingnya DMO (domestic market obligation) bagi kepentingan nasional. Ataupun undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang membebaskan kepemilikan asing di sektor tambang hingga 95%.
Karena itulah, penjelasan Hatta tentang penguasaan negara terhadap cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak (sebagaimana termaktub dalam pasal 33 UUD 1945), adalah dikendalikan dan diatur oleh negara melalui penetapan kebijakan dan regulasi. Kewajiban negara tidak hanya terbatas pada investasinya dalam pengaturan sumber daya alam, tapi lebih dari pada itu, memastikan, melalui kebijakan, agar hajat hidup rakyat terpenuhi.
Penjelasan Hatta ini bisa diaktualisasikan dalam dilema yang sedang dihadapi bangsa ini terkait dengan pengelolaan kekayaan alam. Argumentasi yang seringkali muncul ke permukaan adalah sumber daya manusia atau kemampuan bangsa yang sangat terbatas dalam pengelolaan kekayaan alam tersebut. Gagasan tentang negara yang sebagai regulator menandakan bahwa potensi rakyat harus dilibatkan dalam melakukan investasi atas kekayaan alam tersebut. Khususnya ketika rakyat tidak sekedar merasakan manfaat dari kekayaan alam, tapi juga menjadi bagian dari dalam kegiatan-kegiatan produktif. Dengan demikian iklim ekonomi yang bersumber dari kekayaan alam akan bergerak dengan sendirinya karena gairah keterlibatan rakyat yang begitu besar. (bersambung ke tulisan 3)
- KTT ASEAN dan Foke
- Pendidikan yang Membebaskan
- Kurikulum Pendidikan dan Mentalitas Bangsa
- Menjaga Rahasia Lembaga Kepresidenan
- Mengawal Momentum Kedaulatan Bangsa
- Pajak Warteg, Operasi Pemiskinan Rakyat Kecil
- Krisis Korea dan Masa Depan Alutsista Indonesia
- Sikap Indonesia Terhadap Konflik Korea
- Mempertegas Kemandirian Bangsa (1)
- Renungan Hari Jadi Pers:
- PENINGKATAN PENGAMANAN WILAYAH PERBATASAN DARATUpaya Mendukung Pembangunan Nasional
- SWASEMBADA ALUTSISTA
- KONSEPSI PEMBENTUKAN KOMPONEN CADANGAN DALAM PENGUATAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA
- Meningkatkan Pemanfaatan Produk Industri Strategis Indonesia: Bidang Pertahanan dan Keamanan