Sikap Lembek SBY Terhadap Malaysia

Jakarta – Kelambanan Presiden SBY menyikapi gertakan pemerintah Malaysia yang geram dengan demonstrasi yang tertuju ke kedutaannya di Jakarta, sudah sangat mencemaskan. Apalagi, Malaysia mengancam tidak mengeluarkan saran perjalanan (travel warning) ke Indonesia.



Tak cuma disitu, pemerintah Malaysia menolak minta maaf kepada rakyat Indonesia atas perlakuan polisi Diraja Malaysia yang menangkap 3 pegawai Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Sikap ini seakan-akan menunjukkan mandulnya diplomasi dan kekuatan nasional kita di hadapan Malaysia.

Sejumlah kalangan yang geram dengan sikap pemerintah pun menuding Presiden SBY lembek dan tak berani mengambil resiko. Padahal, gertakan Malaysia itu seolah telah menciutkan nyali pemerintah untuk lebih bersikap tegas.

Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Umar Hamdani, menilai, gertakan Malaysia itu sebagai bentuk superioritas Malaysia atas Indonesia. Pasalnya, sejauh ini di mata internasional Malaysia lebih dipercaya ketimbang Indonesia yang pemerintahannya korup.

“Malaysia nantang Indonesia, itu tanda bahwa Malaysia lebih superior daripada Indonesia. Secara ekonomi-politik itu dapat dibaca, kalau Arab saja lebih percaya menginvestasikan uangnya ke Malaysia ketimbang Indonesia, itu kan jelas secara politik dan ekonomi Malaysia lebih disegani ketimbang Indonesia,” katanya kepada Wartanews.com (29/8).

Selain itu, superioritas juga didukung oleh komitmen pemerintah setempat untuk menyejahterakan masyarakatnya. Buktinya, pemerintah Indonesia seperti tak berkutik ketika diperlakukan sewenang-wenang.

“Kalau Indonesia mau dihargai, ya…jangan lembek dong. Mau tak mau pemerintah selain harus tegas, juga harus berkaca diri, terutama pemerintah harus mampu membalikan nasib rakyat yang kini terpuruk ke arah yang lebih sejahtera. Bukan sebaliknya malah beratraksi memukau simpati publik semata, apalagi hingga berbohong menutupi kasus ini agar tak menuai reaksi,” singgung Umar.

Atas sengketa RI-Malaysia yang makin memanas, Komisi I DPR berencana memanggil Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto, untuk menjelaskan perihal dilepaskannya tujuh nelayan Malaysia.

“Komisi I DPR telah melayangkan surat kepada Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto untuk meminta penjelasan terkait dengan pelepasan nelayan Malaysia yang lebih dulu dilepaskan dibanding petugas KKP yang ditahan Polisi Diraja Malaysia,” kata anggota Komisi I DPR, Fayakhun Andriadi di Jakarta, Minggu (29/8).

Surat tersebut sudah dilayangkan kepada Djoko Suyanto pada hari Jumat (27/8/2010). “Dalam surat itu, Komisi I DPR minta Djoko Suyanto datang pada hari Senin (30/8/2010),” kata Fayakhun.

Menurut dia, yang paling bertanggung jawab dengan kejadian tersebut, terutama adanya perbedaan waktu pelepasan tujuh nelayan Malaysia dengan tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan.

“Kita berharap ada itikad baik dari Djoko Suyanto untuk memenuhi panggilan Komisi I tersebut. Nelayan Malaysia dilepaskan tanggal 17 Agustus 1010 sekitar pukul 07.00 WIB. Sementara petugas kita dilepas pukul 09.00 WIB oleh polisi Malaysia. Ada apa ini dan siapa yang bertanggung jawab,” kata politisi Golkar itu.

Menurut dia, instansi yang berwenang dalam kasus penahanan tiga petugas KKP dan pelanggaran wilayah Indonesia saling lempar tanggung jawab. “Sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto harus menjelaskan hal tersebut,” kata Fayakhun.

Hingga hari ini, publik tetap saja masih menganggap pemerintah lembek dalam mengatasi masalah ini. Maka wajar saja kalau kecemasan publik atas pemerintah terus terjadi. Apalagi, kisruh ini selain mengusik solidaritas juga menyinggung nasionalisme dan kedaulatan Republik Indonesia.

Dalam kondisi ini, selain dibutuhkan ketahanan mental, keberanian, dignity dan kekuatan soft power, pemerintah juga harus percaya diri dalam mengambil sikap. Sehingga, mau tidak mau, Malaysia harus belajar dari kasus yang sengaja dibuatnya.

Namun, jika Presiden SBY lembek, jangan harap kedaulatan Indonesia sebagai negara besar terus dihargai dalam pergaulan internasional. Bahkan, jika masih mencla mencle, martabat itu luntur di mata internasional maupun di hadapan warganya sendiri. (mink/lik)

Sumber: wartanews.com, Senin, 30 Agustus 2010 20:08 WIB

Design by Azis Lamayuda (Do The Best To Get The Best)