INILAH.COM, Jakarta – Langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika menutup layanan BlackBerry pada 17 Januari 2011 jika RIM belum memblokir situs porno mendapat reaksi keras. Bagaimana sikap Komisi I DPR?
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Fayakhun Andriadi menegaskan pihaknya mendukung langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika. Hanya saja, terkait usulan pemblokiran situs porno, Fayakhun menilai langkah Tifatul sudah terlalu jauh.
“Seharusnya ada peringatan terlebih dahulu,” cetusnya kepada INILAH.COM di Jakarta, Minggu (9/1/2011). Namun terkait tuntutan agar Research in Motion (RIM) memiliki server di Indonesia, Fayakhun sepenuhnya mendukungnya. “Ini persoalan kedaulatan negara,” tandasnya. Berikut wawancara lengkapnya:
Bagaimana komentar Anda terkait rencana Kementerian Komunikasi dan Informatika yang akan menutup layanan BlackBerry jika RIM tidak menutup fasilitas layanan situs porno?
Sebetulnya kalau membuka protap Komisi I dengan Menkominfio pada November 2009, itu saya orang pertama yang mengingatkan Menteri tentang kedaulatan negara atas ranah cyber. Jadi selama ini kita bicara kedaulatan darat, laut, udara, tetapi kita lupa dunia nyata sudah berjalan berdampingan dengan dunia maya sehingga pertanyaan saya, dimanakah letak kedaulatan RI di dunia maya?
Saya waktu waktu itu menantang Menteri, agar ada pagar dalam dunia maya, rumah saja ada pagarnya, tetapi internet masuk kamar tidak pakai pagar. Anak-anak kita bersentuhan dengan internet tidak ada pagar lagi.
Yang saya saya minta menteri, setiap orang tersambung ke internet, muncul halaman peringatan dari pemerintah, seperti rokok. Seharusnya internet juga sama, ketika membuka browser, peringatan pemerintah dulu.
Saya kagetnya, bukannya peringatan pemerintah yang dijalankan tetapi Kominfo bertindak lebih jauh yaitu menutup situs porno. Seharusnya waktu saya peringatkan dulu.
Bagaimana dengan tuntutan RI ke RIM?
Saya melihat masalah kedaulatan RI, kan pelanggan dua juta lebih, sedangkan sampai sekarang RIM belum membuat servernya di Indonesia, itu sebuah pelanggaran atas pelayanan masyarakat. Di luar itu kita punya rahasia negara, seperti data penduduk.
Kalau servernya tidak ada di dalam negeri kita, malah orang lain yang memantau. Kalau RIM diberi tindakan tegas saya setuju, tidak hanya RIM siapapun yang ada layanan serupa, servernya harus ada di Indonesia dan dapat diakses oleh intelejen negara.
Apakah Menteri Tifatul missleading?
Sikap tegas dalam RIM ini saya mendukung, malah justru menteri terlambat. Sering kali kita silau dengan teknologi, sehingga hukum berada di belakang. Ke depan, setiap kali ada tekhnologi baru produk hukumnya harus segera mengantisipasi. Coba dari awal konsep BB dipahami betul, maka aturan hukum dijadikan syarat. Kan gak perlu galau seperti saat ini.
Bagaimana dengan resistensi tinggi yang muncul dari publik?
Kalau saya melihat, justifikasi sulit, publik sebelah mana? kalau publik seoang warga negara yang tidak melanggar hukum, dengan memanfaatkan BB tidak akan ribut. Tetapi kalau BB untuk transkasi gelap atau penyuapan mungkin panik.
Publik yang mana yang meributkan? Kalau masalah Tifatul blokir porno, yang bukan penggemar porno tidak akan ribut. Jadi yang ribut yang penggemar porno. [mdr]
Nasional – Senin, 10 Januari 2011
Oleh: R Ferdian Andi R