Jumat, 11 Desember 2009 | 03:31 WIB
Tawau, Kompas - Persoalan yang dihadapi tenaga kerja Indonesia di Malaysia tidak kunjung berakhir. Nasib mereka ibarat pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula. Mereka tidak hanya menjadi korban penganiayaan dan tersandung kasus kriminal, tetapi juga tidak bisa menyekolahkan anaknya sehingga terancam buta huruf. PASCAL BIN SAJU
Di wilayah Sabah saja, ada sekitar 37.294 anak usia sekolah terancam buta huruf karena orangtua mereka tidak mampu. Tujuh anggota Komisi I DPR RI mengungkap hal itu di Tarakan, Kalimantan Timur, Kamis (10/12), setelah dari Tawau.
Di Tawau, rombongan Komisi I yang dipimpin Hayono Isman menemui Konsulat RI Hadi Susanto. ”Persoalan itu benar-benar buruk dan tidak boleh dianggap sepele,” kata Fayakhun Andriadi, anggota Komisi I.
Fayakhun mulai peduli terhadap kehidupan TKI setelah dia terpilih menjadi anggota legislatif mewakili daerah pemilihan luar negeri. Dia mengaku konstituen utamanya adalah TKI di sejumlah negara, termasuk di Malaysia . Dua anggota Komisi I DPR yang juga ikut ke Tawau adalah Tantowi Yahya dan Achmad Basarah.
Jumlah TKI di Sabah saja sekitar 450.000 orang. Merujuk penjelasan Hadi Susanto, Fayakhun mengatakan, dari jumlah itu 318.000 di antaranya TKI ilegal. Mereka diberi upah mulai 300 ringgit (Rp 900.000) hingga 600 ringgit (1,8 juta) per bulan. Biaya sekolah 150 ringgit (Rp 400.000) per anak per bulan.
Biaya sekolah itu sangat mahal bagi TKI yang umumnya mendapat upah rendah. Sebab, selain menyekolahkan anak, mereka juga harus memikirkan biaya sewa kontrakan dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Akibatnya, ada 37.294 anak putus sekolah dan tidak bisa masuk sekolah atau terancam buta huruf.
”Jumlah anak tersebut belum termasuk yang tinggal di Serawak dan Semenanjung Malaysia . Pendidikan anak TKI ini harus menjadi perhatian serius,” jelas Fayakhun yang juga diamini Hayono Isman, Tantowi Yahya, dan Achmad Basarah.
Di Sabah sebanyak 40-80 lokasi konsentrasi TKI terutama di perkebunan sawit.
Namun, Hayono mengatakan, sekarang ada upaya terobosan dari Departemen Luar Negeri RI untuk mengatasi problem pendidikan anak TKI tersebut melalui Kedubes RI di Malaysia dan Konjen RI di Kinabalu.
Langkah itu dimulai dengan melatih TKI yang tamat SLTA atau setingkat, lalu diangkat menjadi tutor dan dibekali modul pelajaran untuk sekolah dasar. Kemudian mereka diterjunkan ke wilayah konsentrasi TKI di perkebunan sawit seluruh Sabah . Setiap lokasi bisa terdiri dari 50-100 keluarga TKI.
Pemerintah gagal
Fayakhun mengatakan, langkah itu dilakukan karena upaya formal sulit diwujudkan. Misalnya, usaha untuk sekolah formal tidak begitu mudah. Birokrasi dan persyaratan yang dimintakan sangat sulit dipenuhi dalam satu atau dua tahun.
Menunggu sekolah formal sangat lama, sedangkan usia anak terus bertambah. Komisi I memberikan apresiasi kepada Deplu yang memulai upaya membuka kelas informal meski masih sangat terbatas. Hayono juga belum bisa merinci perlu berapa tahun seorang anak sekolah informal dinyatakan lulus.
Sementara itu di Tawau, Kamis, 317.000 TKI ilegal ”menyerbu” kantor konsulat untuk mendapatkan fasilitas pemutihan status. Mereka menyerahkan dokumen sebagai persyaratan mendapatkan paspor gratis dari Pemerintah Indonesia melalui konsulat setempat.
Basarah dan Fayakhun mengatakan, Pemerintah Malaysia melakukan pemutihan status TKI ilegal setelah kaum oposisi terus menekan dalam berbagai propaganda. Pemerintah dinilai gagal menangani kasus tenaga kerja asing, antara lain tidak bisa menyelesaikan kasus TKI ilegal. Oposisi menyarankan pemutihan status ilegal itu.
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/11/0331172/anak.tki.terancam.buta.huruf
BERITA
- Pencurian Pulsa, Komisi I Imbau Masyarakat Pro Aktif Ikut Antisipasi
- Pemerintah Tidak Satu Atap Soal Elpiji
- Majikan Divonis 8 Tahun Warga Malaysia Terbukti Menganiaya PRT Asal Indonesia
- Presiden Sepatutnya Miliki Pesawat Kepresidenen Yang Pantas
- Dewan Percepat Alokasi Dana Sekolah Daerah Terpencil
- Pemberlakuan UU KIP Tidak Boleh Ditunda-tunda
- Hari Ini, UU KIP Berlaku Efektif Provinsi diminta segera bentuk Komisi Informasi
- Pantau Pemprov DKI Soal Perda Unggas
- Perda Soal Unggas Harus Ditunda
- Golkar: Tetap Gusur Pedagang Unggas, Foke Tidak Belajar dari Kerusuhan Koja
- Tolak Perda, Pedagang Unggas Tidak Takut Hukum Rimba
- Gubernur Tunggu Hasil Investigasi PMI
- DPR Desak Bentuk Tim Investigasi ‘Priok Berdarah’
- Remunerasi Hanya di Kemenkeu, Diskriminasi!
- Kader Beringin DPR Minta Tidak Ada Anak Emas Remunerasi Lagi
- DPR Minta Kemhan Transparan
- Komisi I & III DPR Apresiasi Latgab TNI/Polri
- Pengganti Bronco Bukan Cuma Tucano
- Hubungan Indonesia-AS Perlu Evaluasi
- Komisi Pertahanan Ngotot Kaji Ulang Pembelian Tucano
- Soal HAM Sudah Clear, SBY Harus Tegaskan pada Obama
- Kerusakan Shelter Picu Tindakan Kriminal
- Kader Beringin & Bintang Mercy Tolak Pembelian Tucano
- DPR Kritik Rencana Pembelian Tucano
- Malaysia “Serbu” Perbatasan
Politik
- Pemerintah Tidak Satu Atap Soal Elpiji
- Majikan Divonis 8 Tahun Warga Malaysia Terbukti Menganiaya PRT Asal Indonesia
- Presiden Sepatutnya Miliki Pesawat Kepresidenen Yang Pantas
- Dewan Percepat Alokasi Dana Sekolah Daerah Terpencil
- Remunerasi Hanya di Kemenkeu, Diskriminasi!
- Kader Beringin DPR Minta Tidak Ada Anak Emas Remunerasi Lagi
- Hubungan Indonesia-AS Perlu Evaluasi
- Soal HAM Sudah Clear, SBY Harus Tegaskan pada Obama
- Malaysia “Serbu” Perbatasan
- Menkominfo Harus Waspadai Siaran Asing di Perbatasan
- Sukses 100 Hari Disangsikan
- Komisi I Nilai ACFTA sebagai Penjajah
- ACFTA Ancam Ketahanan Nasional
- Dewan Tolak Jika BNPP Diketuai Seorang Menteri
- Anggota DPR Usul Pemerintah Ubah Paradigma NKRI
- Pemerintah Diminta Tingkatkan Teknologi Militer di Perbatasan
- .KOMISI I PRIORITASKAN PEMBERDAYAAN WILAYAH TERDEPAN
- MENDESAK, RUU PERBATASAN NEGARA
- Siapkan RUU Perbatasan
- MEDIA PUBLIK JANGAN HANYA MENYUARAKAN KEPENTINGAN PEMERINTAH
- Media Publik Jangan Hanya Menyuarakan Kepentingan Pemerintah
- KOMISI I DPR DESAK PEMERINTAH URUS PERBATASAN
- WARGA PERBATASAN RI PERLU DAPAT PERHATIAN PEMERINTAH
- Warga Perbatasan RI Butuhkan Perhatian Pemerintah