Kamis, 3 Desember 2009
Jakarta, Kompas – Sebanyak 5.000 lebih anak usia sekolah, anak dari ribuan keluarga tenaga kerja Indonesia di Malaysia, putus sekolah dan tidak bisa ke sekolah sejak tahun 2008. Masalah ini terjadi seiring dengan terbitnya peraturan Pemerintah
”Sebelum tahun 2008, anak-anak TKI di Malaysia masih bisa sekolah di
Fayakhun adalah satu-satunya anggota Komisi I yang berasal dari daerah pemilihan luar negeri. Konstituennya yang paling banyak adalah para TKI, antara lain di Taiwan dan
Persoalan bertubi-tubi justru dialami keluarga TKI di Malaysia. Selama kampanye menjelang pemilu legislatif lalu, dia mengunjungi sekitar 132 perkebunan sawit skala besar yang memiliki banyak konsentrasi
Dalam kunjungan itu, dia berdialog dengan keluarga TKI. Salah satu masalah utama yang dikeluhkan di semua tempat penampungan TKI ialah anak-anak yang putus sekolah dan tidak bisa masuk sekolah karena orangtua tidak mampu membayar uang sekolah sejak tahun 2008, seiring dengan terbitnya peraturan pemerintah
Naik 15 kali lipat
Sebelum 2008, tidak ada masalah. Biaya sekolah sangat murah, sama dengan yang dibayar oleh anak-anak
Bandingkan dengan upah buruh kebun sawit 500 ringgit sebulan. Upah itu sangat kecil dan masih banyak biaya tambahan seperti sewa rumah dan kini ditambah uang sekolah mahal.
”Jumlah anak yang putus sekolah dasar atau tidak bisa masuk sekolah dasar lebih dari 5.000 anak,” katanya menjelaskan.
Fayakhun lalu bertanya kepada Menlu Marty Natalegawa, apakah langkah konkret Deplu, atau juga Deplu-Depdiknas, untuk mengatasi masalah tersebut. Kata dia, jika lebih dari 5.000 anak TKI putus sekolah dan lalu terpaksa bekerja membantu orangtuanya menjadi buruh, akan ada satu generasi usia sekolah yang hilang.
Menlu sebenarnya sudah menyiapkan sebuah jawaban tertulis, tetapi menurut Fayakhun, jawaban tersebut sangat umum. Menlu lebih banyak menjelaskan soal masalah ketenagakerjaan, seperti tindak kekerasan, penyiksaan, dan perlakuan buruk lainnya terhadap TKI. Tidak ada jawaban konkret yang fokus kepada soal pendidikan anak TKI.
Misalnya, Menlu menjelaskan bahwa Pemerintah RI, termasuk Deplu, sudah memantau pengiriman TKI ke Malaysia sejak 25 Juni 2009 yang ditandai terbentuknya kelompok kerja sama atau joint working group (JWG). Terkait aksi kekerasan, Deplu terus memantau proses hukum.
Terkait peraturan pemerintah Malaysia tahun 2008 yang mengharuskan anak-anak bukan Malaysia membayar uang sekolah lebih mahal, kata Menlu, RI tidak mencampuri kebijakan dalam negeri Malaysia. RI sudah menyediakan sekolah di
Kata Fayakhun, di
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/03/03490453/kilas.politik.dan.hukum
- Pencurian Pulsa, Komisi I Imbau Masyarakat Pro Aktif Ikut Antisipasi
- Pemerintah Tidak Satu Atap Soal Elpiji
- Majikan Divonis 8 Tahun Warga Malaysia Terbukti Menganiaya PRT Asal Indonesia
- Presiden Sepatutnya Miliki Pesawat Kepresidenen Yang Pantas
- Dewan Percepat Alokasi Dana Sekolah Daerah Terpencil
- Pemberlakuan UU KIP Tidak Boleh Ditunda-tunda
- Hari Ini, UU KIP Berlaku Efektif Provinsi diminta segera bentuk Komisi Informasi
- Pantau Pemprov DKI Soal Perda Unggas
- Perda Soal Unggas Harus Ditunda
- Golkar: Tetap Gusur Pedagang Unggas, Foke Tidak Belajar dari Kerusuhan Koja
- Tolak Perda, Pedagang Unggas Tidak Takut Hukum Rimba
- Gubernur Tunggu Hasil Investigasi PMI
- DPR Desak Bentuk Tim Investigasi ‘Priok Berdarah’
- Remunerasi Hanya di Kemenkeu, Diskriminasi!
- Kader Beringin DPR Minta Tidak Ada Anak Emas Remunerasi Lagi
- DPR Minta Kemhan Transparan
- Komisi I & III DPR Apresiasi Latgab TNI/Polri
- Pengganti Bronco Bukan Cuma Tucano
- Hubungan Indonesia-AS Perlu Evaluasi
- Komisi Pertahanan Ngotot Kaji Ulang Pembelian Tucano
- Soal HAM Sudah Clear, SBY Harus Tegaskan pada Obama
- Kerusakan Shelter Picu Tindakan Kriminal
- Kader Beringin & Bintang Mercy Tolak Pembelian Tucano
- DPR Kritik Rencana Pembelian Tucano
- Malaysia “Serbu” Perbatasan
- Pemerintah Tidak Satu Atap Soal Elpiji
- Majikan Divonis 8 Tahun Warga Malaysia Terbukti Menganiaya PRT Asal Indonesia
- Presiden Sepatutnya Miliki Pesawat Kepresidenen Yang Pantas
- Dewan Percepat Alokasi Dana Sekolah Daerah Terpencil
- Remunerasi Hanya di Kemenkeu, Diskriminasi!
- Kader Beringin DPR Minta Tidak Ada Anak Emas Remunerasi Lagi
- Hubungan Indonesia-AS Perlu Evaluasi
- Soal HAM Sudah Clear, SBY Harus Tegaskan pada Obama
- Malaysia “Serbu” Perbatasan
- Menkominfo Harus Waspadai Siaran Asing di Perbatasan
- Sukses 100 Hari Disangsikan
- Komisi I Nilai ACFTA sebagai Penjajah
- ACFTA Ancam Ketahanan Nasional
- Dewan Tolak Jika BNPP Diketuai Seorang Menteri
- Anggota DPR Usul Pemerintah Ubah Paradigma NKRI
- Pemerintah Diminta Tingkatkan Teknologi Militer di Perbatasan
- .KOMISI I PRIORITASKAN PEMBERDAYAAN WILAYAH TERDEPAN
- MENDESAK, RUU PERBATASAN NEGARA
- Siapkan RUU Perbatasan
- MEDIA PUBLIK JANGAN HANYA MENYUARAKAN KEPENTINGAN PEMERINTAH
- Media Publik Jangan Hanya Menyuarakan Kepentingan Pemerintah
- KOMISI I DPR DESAK PEMERINTAH URUS PERBATASAN
- Anak TKI Terancam Buta HurufJatuh dan Tertimpa Tangga
- WARGA PERBATASAN RI PERLU DAPAT PERHATIAN PEMERINTAH
- Warga Perbatasan RI Butuhkan Perhatian Pemerintah